Rabu, 17 Juni 2015

MAKALAH
 ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI
TENTANG PELANGGARAN KODE ETIK OLEH JAKSA





OLEH

NAMA : SUHARDIN
NIM : DIA111278

PROGRAM STUDI S1 REGULER SORE
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2015






KATA PENGANTAR

Syukur alhamadulillah penulis ucapkan kehadirat allah S.W.T. karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai pada waktunya, makalah ini membahas tentang kode etik profesi yang penulis beri judul tentang “Pelanggaran Kode Etik Oleh Jaksa”.
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika dan Tanggung Jawab Profesi pada Fakultas Hukum Universitas Mataram
Kami menyadari banyaknya kekurangan didalam penyusunannya. Maka dari pada itu kami meminta maaf dan Kami mengharapkan kepada para pembaca, teman-teman dan Bapak Dosen Pembimbing untuk memberikan kritik dan saran agar makalah kami ini menjadi lebih baik lagi. Besar harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                                       Mataram, Juni 2015




                                                                                     TTD

                                                                                       SUHARDIN
                                                                                      D1A111278







DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………      
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...      
BAB I PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG…………………………………………………………....       
  2. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………….....   
  3. TUJUAN PENULISAN………………………………………………………...     
BAB II PEMBAHASAN
  1. PENGERTIAN KODE ETIK KEJAKSAAN……………………………....     
  2. SUMPAH PROFESI JAKSA……………………………………………......     
  3. KODE ETIK JAKSA…………………………………………………….........         
  4. SANKSI…………………………………………………………………...........        
  5. CONTOH KASUS PELANGGARAN KODE ETIK JAKSA………..…      
  6. DOKTRIN TRI KRAMA ADHYAKSA……………………………….....…       
BAB III PENUTUP
  1. KESIMPULAN.…………………………………………………………….......          
  2. SARAN………….......……………………………………………………………         
DAFTAR PUSTAKA……………........………………………………………………….          





BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Dalam penjelasan umum undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karna itu, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di depan hukum.
Dalam usaha memperkuat prinsip di atas, maka salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan, khususnya dalam pelaksaan kekuasaan kehakiman yang menyatakan bahwa Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasan kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang kode etik dari seorang Jaksa di Indonesia.
  1. RUMUSAN MASALAH
  1. Siapakah jaksa itu?
  2. Bagaimanakah kode etik seorang jaksa yang melaksanakan tugasnya sebagai aparat penegak hukum?
  3. Bagaimanakah sanksi bagi jaksa yang melakukan perbuatan yang melanggar kode etik?

  1. TUJUAN PENULISAN
  1. Untuk mengetahui pengertian jaksa dan mengetahui sanksi bagi jaksa yang melakukan perbuatan yang melanggar kode etik.
  2. Untuk mengetahui maksud dan isi yang terkandung dari kata “Tri Krama Adhyaksa” yang menjadi pedoman profesi dan tanggung jawab serta kewajiban-kewajiban yang melekat pada diri Jaksa,


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Kode Etik Jaksa

Memperhatikan kedudukan jaksa yang sangat strategis dalam penegakan Hukum di Indonesia, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang no.16 tahun 2004 menegaskan bahwa : “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.”[1]
Dalam Undang-Undang no.16 tahun 2004 Pasal satu juga disebutkan tentang Penuntut Umum, penuntutan, dan Jabatan Fungsional Jaksa. Oleh karna itu, kami juga mencantumkannya disini.
Penuntut Umum : Jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Penuntutan adalah “Tindakan penuntutan umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan.
Dan Jabatan Fungsional Jaksa adalah : Jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.[2]


  • Sumpah Profesi Seorang Jaksa


Seorang jaksa sebelum memangku jabatannya, harus mengikrarkan dirinya bersumpah atau berjanji sebagai pertanggungjawaban dirinya kepada negara, bangsa dan lembaganya, ini diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 16 tahun 2004. dinyatakan bahwa :
“saya bersumpah/berjanji :
Bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan NKRI, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan per Undang-Undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, objektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak membeda-bedakan, agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
Bahwa saya akan senantiasa menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.
Bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apa pun kepada siapa pun juga.
Bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian.”[3]

B.     Kode Etik Jaksa

Dalam Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya.
  • Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat norma-norma kode etik profesi jaksa, yaitu:
  1. Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani, bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya
  2. Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil
  3. Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan
  4. Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam bertutur kata dan bertingkah laku.
  5. Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara dari pada kepentingan pribadi atau golongan.
Dalam usaha memahami maksud yang terkandung dalam kode etik jaksa tidaklah terlalu sulit. Kata-kata yang dirangkaikan tidak rumit sehingga cukup mudah untuk dimengerti. Karena kode etik ini disusun dengan tujuan agar dapat dijalankan. Kemampuan analisis yang dikembangkan bukan lagi semata-mata didasari pendekatan-pendekatan yang serba legalitas, positivis dan mekanistis. Sebab setiap perkara sekalipun tampak serupa, bagaimanapun tetap memiliki keunikan tersendiri. Sebagai penuntut, seorang jaksa dituntut untuk mampu merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang ditanganinya. Tanpa hal itu, penanganan perkara tidaklah total, sehingga sisi-sisi yang justru penting bisa jadi malah terlewatkan.
Di dalam mengemban profesi, usaha-usaha yang dilakukan oleh jaksa bukan hanya untuk memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan hukum semata, melainkan apa yang sesungguhnya benar-benar terjadi dan dirasakan langsung oleh masyarakat juga didengar dan diperjuangkan. Inilah yang dinamakan pendekatan sosioligis. Memang tidak mudah bagi jaksa untuk menangkap suara yang sejati yang muncul dari sanubari anggota masyarakat secara mayoritas. Di samping masyarakat Indonesia yang heterogen, kondisi yang melingkupinya pun sedang dalam keadaan yang tidak sepenuhnya normal.[4]
Menurut (penulis),Kode Etik Jaksa adalah serangkaian norma sebagai pedoman untuk mengatur perilaku Jaksa dalam menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum lainnya

C.    Sanksi bagi jaksa yang melakukan perbuatan yang melanggar kode etik

Terdapat beberapa tindakan/Sanksi bagi jaksa yang melakukan perbuatan yang melanggar kode etik :

          1.      Administratif

  1. Pemberhentian sementara selama pemeriksaan
  2. Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain
  3. Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun, selama menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian.

    2.      Pidana.
Apabila telah nyata dan benar melakukan kejahatan dan atau perbuatan yang melanggar peraturan perUndang-Undangan, maka jaksa yang bersangkutan diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya.[5]
berpendapat (Penulis), Kode Etik Jaksa yang sangatlah bagus, untuk mengatur dan menjaga perilaku dari seorang jaksa. Akan tetapi, jika ada yang melanggar kode etik yang mengakibatkan mencoreng nama baik korps kejaksaan dan yang lebih parah lagi mengakibatkan timbulnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegak hukum, ini sangat tidak diharapkan.

Pelanggaran kode etik oleh jaksa

Memang bukan persoalan mudah untuk memahami sesuatu, peristiwa yang kita sendiri tidak hadir pada kejadian yang bersangkutan,

  • contoh kasus

Sebagai contoh, seorang jaksa meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya (pelanggaran terhadap kode perilaku jaksa yang terdapat dalam Pasal 4 huruf d Peraturan Jaksa 67/2007). Dalam hal ini, selain pelanggaran kode perilaku jaksa dan dapat dijatuhi tindakan administratif melalui sidang pemeriksaan kode perilaku jaksa, ia juga dapat dituntut/didakwa melakukan tindak pidana suap. Sidang pemeriksaan kode perilaku jaksa hanya dilakukan untuk menjatuhkan tindakan administratif terhadapnya. Akan tetapi, sanksi pidana diproses lagi dengan tuntutan yang berbeda. Bahkan dalam praktiknya, sidang pada peradilan umum (pengadilan) dapat dilakukan lebih dahulu daripada sidang pemeriksaan pelanggaran kode perilaku jaksa.

Doktrin Tri Krama Adhyaksa

Doktrin Tri Krama Adhyaksa, juga disebut dengan “Panji Adhyaksa”, sebagai pedoman didalam mengatur tentang penjabaran dari profesi dan tanggung jawab serta kewajiban-kewajiban lainnya yang melekat pada diri Jaksa, yaitu : MUKADDIMAH
Bagian Mukadimah terdiri dari 5 alinea, yang setiap alnea mempunyai pokok pikiran masing-masing:
Alinea I    :      Kelahiran Kejaksaan,
Alinea II   :      Menyatakan kedudukan kejaksaan diantara 1embaga-1embaga negara sebagai penuntut umum merupakan aparat penegak hukum,
Alinea III  :     kejaksaan mempunyai peranan penting dalam tata rumusan negara hukum Indonesia, disamping sebagai unsur eksekutif, juga sebagai unsur yudikatif,
Alinea IV  :     Alasan perlunya doktrin,
Alinea V   :      Nama doktrin yakni : TRI KRAMA ADHYAKSA yaitu Catur Asana, Triatmaka, dan Tri krama Adhyaksa.

CATUR ASANA

Catur Asana adalah empat landasan yang mendasari eksistensi peranan, wewenang dan tindakan kejaksaan dalam mengemban tugas, baik dibidang non yustisial, dibidang yudikatif ataupun eksekutif. Keempat landasan tersebut adalah
  1. Landasan idiil : Pancasila
  2. Landasan konstitusional UUD 1945
  3. Landasan struktural : UU No. 5 Tahun 1991
  4. Landasan operasional : KUHAP, KUHP, peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan denqan peranan Jaksa.
TRI ATMAKA

Ciri yang merupakan sifat hakiki dari kejaksaan yang membedakannya dengan alat negara lainnya adalah :
  1. Tunggal
  2. Mandiri
  3. Mumpuni
TRI KRAMA ADHYAKSA

Landasan jiwa dari setiap watrga adhyaksa dalam meraih cita-cita luhurnya terpateri dalam trapsila yang disebut dengan Tri Krama Adhiyaksa yang meliputi tiga kram, yaitu :
  1. Satya
  2. Adhi
  3. Wicaksana
SUB DOKTRIN

Untuk menjamin keberhasilan kejaksaan dalam dharma bhaktinya diperlukan adanya sub doktrin, yang merupakan doktrin pelaksanaan sesuai dengan pembidangan yang ada dalam lingkungan kejaksaan, yakni :
  1. Indrya Adhyaksa untuk bidang Intelijen,
  2. Kritya Adhyaksa untuk bidang operasi,
  3. Upakriya Adhyaksa untuk bidang pembinaan,
  4. Anukara Adhyaksa untuk bidang pengawasan umum,



BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Kode Etik Jaksa adalah serangkaian norma sebagai pedoman untuk mengatur perilaku Jaksa dalam menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum lainnya.
Dalam profesi, usaha-usaha yang dilakukan oleh jaksa bukan hanya untuk memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan hukum semata, melainkan apa yang sesungguhnya benar-benar terjadi dan dirasakan langsung oleh masyarakat juga didengar dan diperjuangkan. Maka sebagai konsekuensi logisnya keadilan yang hendaknya masyarakat inginkan tidaklah dapat diraih secara bulat karna hanya Tuhan YHE yang bisa berbuat adil dan kita sebagai mahluk ciptaanx hanya biasa mendekati keadilah.

B.     SARAN

Indonesia adalah Negara hokum, Sebagai Negara hukum sudah sepatutnya hukum itu harus ditegakan agar terwujudnya ketertiban, keteraturan, dan keadilan. Agar hokum itu dapat berjalan dengan baik maka bagi penegak hokum dituntut kemampuanya untuk melaksanakan atau menerapkan hokum dengan seni yang dimiliki masing2 serta di adakan filter (penghalusan) hokum, bagi tercapainya kebijaksanaan yang konkrit. Disamping itu perlu diperhatikan factor pelaksanaan penegak hokum, yang di butuhkan kecekatan dan ketangkasan serta keterampilannya agar setiap org berhak atas jaminan, perlindungan, dan kepastian hokum yang adil, serta perlakuan yg sama di depan hokum agar masyarakat dapat terlindungi oleh hukum dari hal-hal yang meresahkan masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

Abu Thalib, Teori & Filsafat Hukum Modrn Dalam Prspektif ,tp,tth.
Harplileny Soebiantoro, Hj. S.H. CN. MH, article : “Tanggung Jawab Profesi Jaksa” diambil dari http://myblogspot.com/Tanggung Jawab Profesi Jaksa.html
http://blogspot.com/kode-etik-jaksa_files/comment-iframe.html.
http://wordpress.com/doktrin+kejaksaan.html
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt543203b26feeb/sudah-dijatuhi-sanksi-etik,-apakah-jaksa-masih-bisa-dituntut-secara-hukum?
http://sasaranilmu.blogspot.com/2013/07/makalah-etika-profesi-hukum-kode-etik.html
Supriadi, S.H., Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Bandung : Citra Umbara, 2004.
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007tentangKode Perilaku JaksaJaksa Agung Republik Indonesia.
 [1] Abu Thalib, Teori & Filsafat Hukum Modrn Dalam Prspektif,tp,tth.hlm. 120
 [2]Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Bandung :Citra Umbara, 2004, hal.3.
[3][3] Supriadi, S.H., Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2010, cet ke III, hal. 130-131.
[5]Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007tentangKode Perilaku JaksaJaksa Agung Republik Indonesia.




http://kejarikotamobagu.blogspot.com/2014/03/logo-kejaksaan-ri-dan-maknanya.html





LOGO & MAKNANYA




Bintang bersudut tiga

Bintang adalah salah satu benda alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang tinggi letaknya dan memancarkan cahaya abadi. Sedangkan jumlah tiga buah merupakan pantulan dari Trapsila Adhyaksa sebagai landasan kejiwaan warga Adyaksa yang harus dihayati dan diamalkan.

Pedang
Senjata pedang melambangkan kebenaran, senjata untuk membasmi kemungkaran/kebathilan dan kejahatan. 

Timbangan
Timbangan adalah lambang keadilan, keadilan yang diperoleh melalui keseimbangan antara suratan dan siratan rasa. 

Padi dan Kapas
Padi dan kapas melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang menjadi dambaan masyarakat. 

Seloka ”Satya Adi Wicaksana”
Merupakan Trapsila Adhyaksa yang menjadi landasan jiwa dan raihan cita-cita setiap warga Adhyaksa dan mempunyai arti serta makna:
Satya : Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia.
Adi : kesempurnaan dalam bertugas dan yang berunsur utama, bertanggungjawab baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap keluarga dan terhadap sesama manusia.
Wicaksana : Bijaksana dalam tutur-kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangannya.

Makna tata warna
Warna kuning diartikan luhur, keluhuran makna yang dikandung dalam gambar/lukisan, keluhuran yang dijadikan cita-cita.
Warna hijau diberi arti tekun, ketekunan yang menjadi landasan


Lampiran
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa Jaksa Agung Republik Indonesia.

Bab I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Kode Perilaku Jaksa ini yang dimaksud dengan :
1.      Jaksa adalah Pejabat Fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang;
2.      Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian norma sebagai pedoman untuk mengatur perilaku Jaksa dalam menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum lainnya;
3.      Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif adalah Pejabat yang karena jabatannya mempunyai wewenang untuk memeriksa dan menjatuhkan tindakan administratif kepada Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa;
4.      Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang memberikan tindakan administratif terhadap Jaksa yang diduga melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa.
5.      Tindakan administratif adalah tindakan yang dijatuhkan terhadap Jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa.
6.      Yang dimaksud dengan perkara meliputi perkara pidana, perkara perdata dan tata usaha negara maupun kasus-kasus lainnya.

Pasal 2
Kode Perilaku Jaksa berlaku bagi jaksa yang bertugas di lingkungan Kejaksaan maupun diluar lingkungan Kejaksaan.

Bab II
Kewajiban
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa wajib:
1.      mentaati kaidah hukum, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
2.      menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
3.      mendasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah untuk mencapai keadilan dan kebenaran;
4.      bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan /ancaman opini publik secara langsung atau tidak langsung;
5.      bertindak secara obyektif dan tidak memihak;
6.      memberitahukan dan/atau memberikan hak-hak yang dimiliki oleh tersangka /terdakwa maupun korban;
7.      membangun dan memelihara hubungan fungsional antara aparat penegak hukum dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu;
8.      mengundurkan diri dari penanganan perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;
9.      menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang seharusnya dirahasiakan;
10.  menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;
11.  menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan dan instrumen Hak Asasi Manusia yang diterima secara universal;
12.  menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana;
13.  bertanggung jawab secara internal dan berjenjang, sesuai dengan prosedur yang ditetapkan;
14.  bertanggung jawab secara eksternal kepada publik sesuai kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang keadilan dan kebenaran.

Bab III
Larangan
Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas profesi, Jaksa dilarang:
1.      menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain;
2.      merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
3.      menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis;
4.      meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya;
5.      menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung;
6.      bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun;
7.      membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum;
8.      memberikan keterangan kepada publik kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani.

Bab IV
Penegakan Kode Perilaku Jaksa Dan Tindakan Administratif
Pasal 5
1.      Tindakan administratif dikenakan pada perbuatan tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang;
2.      Selain sanksi yang sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan, jaksa yang melakukan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa dapat dikenakan tindakan administratif;
3.      Jenis tindakan administratif terhadap pelanggaran Kode Perilaku Jaksa terdiri dari:
a.       Pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun dan selama masa menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian;
b.      Pengalihtugasan pada satuan kerja yang lain.

Bab V
Pejabat Yang Berwenang Menjatuhkan Tindakan Administratif
Pasal 6
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif adalah:
1.      Jaksa Agung bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden.
2.      Para Jaksa Agung Muda bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Agung R.I.
3.      Jaksa Agung Muda Pengawasan bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung R.I.
4.      Kepala Kejaksaan Tinggi bagi jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi.
5.      Kepala Kejaksaan Negeri bagi jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri.

Bab VI
Tatacara Pemeriksaan, Penjatuhan, Dan Penyampaian Putusan Tindakan Administratif
Pasal 7
1.      Petunjuk adanya penyimpangan Kode Perilaku Jaksa diperoleh dari hasil temuan pengawasan melekat, pengawasan fungsional atau berdasarkan laporan pengaduan yang diterima oleh pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif.
2.      Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif memanggil jaksa yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan.
3.      Sejak dilakukan pemeriksaan, pimpinan satuan kerja wajib segera melaporkan kepada atasannya secara berjenjang selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
4.      Pemeriksaan dan penjatuhan tindakan administratif Kode Perilaku Jaksa dilaksanakan oleh :
a.       Jaksa Agung dan unsur Persaja bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden;
b.      Jaksa Agung Muda, pejabat eselon II pada masing-masing Jaksa Agung Muda yang terkait serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas di lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c.       Jaksa Agung Muda Pengawasan dan unsur Inspektur serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
d.      Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, para Asisten dan Kepala Bagian Tata Usaha serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Tinggi;
e.       Kepala Kejaksaan Negeri, para Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian Pembinaan serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Negeri.
5.      Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dilakukan secara tertutup dan putusan dibacakan secara terbuka. Putusan disampaikan kepada yang bersangkutan segera setelah dibacakan.
6.      Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.

Pasal 8
Dalam melakukan Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa, pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif dapat mendengar atau meminta keterangan dari pihak lain apabila dipandang perlu.



Pasal 9
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain untuk memeriksa jaksa yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Perilaku Jaksa.

Pasal 10
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dapat berupa pembebasan dari dugaan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa atau berupa penjatuhan tindakan administratif yang memuat pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa yang bersangkutan.


Pasal 11
1.      Kepada jaksa yang melakukan beberapa pelanggaran Kode Perilaku Jaksa secara berturut-turut sebelum dijatuhkan tindakan administratif, hanya dapat dijatuhi satu jenis tindakan administratif saja.
2.      Kepada jaksa yang pernah dijatuhi tindakan administratif dan kemudian melakukan pelanggaran yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi tindakan administratif yang lebih berat dari tindakan administratif yang pernah dijatuhkan kepadanya.

Pasal 12
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa bersifat final dan mengikat.

Bab VII
Penutup
Pasal 13
Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa.

Pasal 14
Setiap pejabat yang dimaksud dalam pasal 6 wajib :
1.      berupaya dengan sungguh-sungguh agar Jaksa bawahannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
2.      melaksanakan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Kode Perilaku Jaksa.



Jakarta, 12 juli 2007
Jaksa Agung Republik Indonesia
Hendarman Supandji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar